Monday, April 10, 2006

Lelah, Lunglai, Lesu

matahari bersinar dengan teriknya. udara panas menerpa tubuh lelahku usai menyelesaikan tugas di kantor. mataku sayu seakan membawa beban berat. sementara pikiran melayang membayangkan kasur empuk untuk cepat bergolek di atasnya.

ayunan kaki terus kulangkahkan menuju halte bus di seberang jalan. tak ada yang istimewa hari ini. pemandangan yang kutemui di atas jembatan masih seperti kemarin. tak ada yang berubah. di atas, nongkrong lelaki tua dibalut baju lusuh menunggu belas kasih setiap orang yang melintas. kulihat selintas sang kakek. tanganku dalam kantong bergeming. pandangan kembali kuluruskan dan halte bus di bawah jembatan sudah dekat.

lima menit berlalu. beranjak kemudian lima belas menit. bus belum juga datang. semilir angin panas menerpa tubuhku. kulitku tak kuat menahannya. terik sekali. kesel aku dibuatnya. kekesalan yang sama mungkin dirasakan oleh dua pemuda dan lelaki separuh baya di dekatku. begitu pula seorang ibu sambil menggendong anakya. akhirnya, dua puluh lima menit berlalu, bus itu pun tiba.

sesampainya di tujuan, kumantapkan langkahku menuju stasiun. jalannya sedikit kupercepat karena terdengar suara sirine pintu kereta tanda akan lewat. benar saja. tak lama kemudian, melintas dengan cepat ular besi panjang. tapi ternyata bukan kereta penumpang, melainkan kereta barang. aku kembali melambatkan langkah. santai aja, batinku.

jalan dari halte manggala menuju stasiun memakan waktu sepuluh menit. setibanya di sana, aku lantas membeli aqua. kupilih yang tidak dingin karena aku bisa terkena radang tenggorokan. segelas kecil aqua habis mengalir melewati kerongkongan. segar sekali. kubuang gelas kecil aqua dan kududuk di samping seorang pria. dilihat dari fisiknya, ia terlihat masih muda. kumisnya tebal dan bertubuh sedang. pria itu tampak rapi sambil mengenakan kemeja biru dipadu celana bahan biru.

sepuluh menit terdiam, aku mulai menegur pria itu. pembicaraan pun mengalir lancar. banyak yang diomongin yakni soal politik, sosial dan kriminal. tak terasa, sudah sejam lebih kami berbincang. obrolan terhenti kala klakson kereta api terdengar. kuberdiri bersama pria tadi, tapi dia naik di gerbong depan. sedangkan aku di gerbong tengah.

siang ini tak banyak penumpang yang naik. semua karyawan masih di kantor. yang ada paling cuma anak sekolah dan orang-orang yang punya keperluan di luar kerjaan kantor. pedagang hilir mudik di depanku yang duduk dekat jendela. pengamen menyuarakan suara falsnya kepada penumpang sambil berharap dapat peruntungan lebih. begitu pula seorang tukang topeng monyet.




No comments: