Friday, February 18, 2005

Bertepuk Sebelah Tangan


Suntuk membalut diriku saat berada di ruang perpustakaan Kantor Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) cabang Bandung. Tak banyak data yang bisa aku peroleh untuk melengkapi Tugas Akhir. Semua itu disebabkan lagi-lagi tak bisa menemui Ibu Sri, staf hubungan masyarakat di sini. Seperti biasa, ia sedang rapat. Kapan beresnya? aku membatin.

Beruntung, di dalam ruang yang sebagian dipenuhi buku-buku dan dokumen perusahaan ini aku ditemani dua mahasiswi LP3I jurusan sekretaris, Neneng dan Mia. Tampang mereka lumayan lah, tidak terlalu cantik dan jelek.

Di tengah kesuntukan menunggu selesainya teman saya yang sedang mencatat data, pintu terbuka. Masuklah makhluk hawa berkulit putih dan berwajah manis. Terpesona aku dibuatnya sampai mata ini tidak berkedip kira-kira sepuluh detik. Setelah itu ya perih lagi. Air di mata membasahi kelopak mataku.

Derit suara pintu terdengar menutup. Pegangan di gagang pintu belum lepas, ia melemparkan senyum ramahnya yang manis secara gratis. Terdorong kuat bagaikan gelombang Tsunami dalam hati untuk sekadar tahu namanya. Apalagi bisa menjadi pacarnya, uh jauh ya.

Tak lama, lamunanku buyar dikagetkan Neneng. Tanpa diperintah, Neneng mengenalkan aku dengannya. Ternyata makhluk berparas cantik itu bernama Maria (bukan nama sebenarnya). Senyum mengembang dari bibir tipisnya. Jelas tak kusia-siakan senyumnya dan kubalas. Tak sebanding memang dengan senyum Maria tadi.

Lumayan, masuknya Maria ke ruang perpustakaan sedikitnya bisa membunuh waktu luangku. Kucoba menggodanya dengan candaan-candaan ringan nan basi. Tapi lumayan bisa membuat aku dekat dengannya meski ia duduk agak jauh di meja seberang. Ia duduk dekat temanku yang sedang serius membuka-buka file-file data perusahaan.

"Kamu mirip Iis Dahlia ya, suaranya juga," pujiku usai mendengarnya bernyanyi. Maria tersenyum dan membalas. "Ya, tapi aku nggak mau disamain ama dia. Iis ya Iis, Maria tetap Maria," balas Maria. Tak tahan juga, aku langsung menanyakan nomor yang bisa dihubungi. Ia mencoba mengulur-ulur waktu. Aku sabar menunggu. Hingga tiba waktunya sekitar lima belas menit kemudian barulah Maria memberi nomor telepon rumahnya. Kutanyakan juga alamat rumahnya. Maria ternyata tinggal di kawasan Soreang, Bandung.

Sebelum pulang, aku menanyakan Maria kapan boleh silaturahmi ke rumahnya. Dia bilang hubungi aja langsung ke kantornya sambil memberi nomor ekstensionnya. Aku mengiyakan dan membatin, yes!.

Tepat pukul 14.00 WIB, Cepy mengajak pulang. Ia sempat juga bercanda dengan Maria. Cuma Cepy bercanda dengan Maria rada kalem dikit. Memang sudah sifatnya. Tambahnya lagi, Cepy agak serius memang kalo dah fokus ke TA. Diajak senyum dikit aja, senyum tiga juta dikasih alias bibir terangkat dikit. Mending, sedikit sekali.

Kami kemudian pamit dengan Neneng, Mia, dan terakhir Maria. Ya, karena aku mengharap banget dia memberi senyum manisnya untuk terakhir kali di siang hari ini. Daster krem yang dikenakannya dibalut kulit putih Maria membuatnya semakin cantik. Rambut panjangnya dibiarkan terurai. Harum parfumnya masih menggelitik indera penciumanku yang tajam. Gila, batinku, sampai siang gini tuh pewangi masih kental harumnya.

Bersama Cepy, kami berjalan menuju lift yang membawaku ke lantai dasar. Sesampainya di bawah, aku mengambil kartu ID Card di kantong kemeja dan memberikan ke petugas keamanan perusahaan. Kartu tadi lalu ditukar dengan KTP yang sebelum masuk ditahan satpam. Kuteruskan langkah keluar ruangan lobi kantor dan berjalan menuju halte. Semilir angin menyegarkan badanku ini. Bisingnya kendaraan kembali akrab terdengar berikut debu yang menyesakkan napas.

Namun, belum sampai di halte, tepat di bawah jembatan tak jauh dari PLN, nongkrong penjaja tahu genjrot. Cepy mengajakku beristirahat sejenak menikmati tahu khas Cirebon itu. Tapi aku menolak. "Istirahat udah cukup tadi di dalam. Yuk pulang,!" ujarku. Dia pun menurut.

Hari ini hatiku berbunga-bunga. Meski belum kukatakan padanya perasaanku detik ini. Waktu bicara dengannya tadi di kantor terasa kurang. Senyum, ramah tamah khas sunda, dan suara jernihnya sulit untuk bisa dilupakan. Lamunanku buyar karena Cepy mengucap salam perpisahan. Ia pamit pulang karena arah kami yang beda. Kubalas dan terlihat ia naik angkutan umum berwarna oranye.

Malam ini kuputuskan menghabiskan waktu di Banjaran, Jawa Barat. Malas rasanya pulang ke kost-an. Duit cuma cukup hingga dua hari ke depan sampai tiba waktu kiriman dari orang tua. Di sini, aku bisa makan gratis dan makan enak. Di Jatinangor, Sumedang, Jabar, aku juga bisa makan enak. Tapi, itu pun harus keluar uang.

Kuteruskan langkah menuju parkiran angkot jurusan Banjaran-Tegallega di lapangan Tegal Lega. Angkot berwarna krem ini menjelang malam ramai. Cepat sekali mereka datang dan pergi. Maklum, jamnya orang-orang pulang kantor. Kupilih angkot yang agak bagus. Terlihat di dalam baru lima penumpang. Baru beberapa menit duduk di belakang sopir, penumpang penuh. Mesin kendaraan menyala dan perlahan mulai meninggalkan pangkalan.

Sesampainya di rumah bibi, ruang tamu terlihat tak ada orang. Lampu juga terang benderang. Pintu rumah tak bisa kubuka. Rupanya terkunci. Kulihat jam dinding waktu menunjukan pukul 22.35 WIB. Pantas, mereka sudah tidur, diri ini membatin.

Kuketuk pintu sampai beberapa menit. Baru kemudian pintu dibuka oleh Bibi Nining dengan mata agak sayu karena mengantuk. "Maaf Bi, kemaleman. Ngantuk ya?" Buru-buru kututup kembali pintu sedangkan bibi ngeloyor lagi masuk kamar.

Lelah kurasakan hari ini. Yah, lama menunggu di perpustakaan dan diisi dengan bercanda sampai sakit perutku tertawa. Namun, lama sekali mata ini tak bisa terpejam. Kualihkan dengan membaca buku. Dingin begitu menusuk. Selang beberapa menit kemudian, kantuk pun mulai mengalir. Kuletakkan buku di samping kiri, lalu aku mulai tertidur pulas.

Dua hari sudah waktu dihabiskan di Banjaran. Senin ini saatnya aku mengambil uang di rekening Bank BCA Cabang Dayeuh Kolot, Bandung. Tak jauh lokasinya dari kediaman bibi. Untuk ke sana bisa ditempuh dengan angkutan kota selama lima belas menit.

Keluar dari bank, kulangsung naik angkot jurusan Banjaran-Tegallega. Turun di Jalan Mohamad Toha, kuteruskan perjalanan dengan naik Damri, rute Elang-Jatinangor. Perjalanan ke sana memakan waktu satu jam.
Adzan ashar sudah berkumandang. Kupandang keluar jendela bus tengah melintas di depan kampus STPDN.

Selang lima belas menit kemudian, bus melewati depan kost, di sini aku turun. Sebelum istirahat di kost, aku mampir ke wartel. Aku ingin menelepon Maria. Sudah lama juga rasanya tidak mendengar suaranya. Aku tahu kini ia sedang ada di kantor. Benar saja, Maria sendiri yang menerima telepon.

Lima menit berlalu bercanda dengannya di telepon, aku pamit dan menutup gagang telepon dengan senyum tersungging di bibir. Ya, Maria mengizinkan aku main ke rumahnya. Tak sabar rasanya menanti sampai datang Jum`at dimana aku diizinkan menjemputnya sepulangnya ia dari magang di PLN.

Selang lima belas menit, Maria keluar. Dandanannya tampak rapi dan terlihat cantik. Terlihat lebih cantik sore itu ketika ia mengenakan blus cokelat muda yang padu dengan warna kulitnya. Bangga rasanya pulang bareng bersamanya. Parfumnya masih juga wangi.

Satu jam perjalanan menuju Soreang, rumah yang dituju tiba. Kulihat pagar berwarna hijau muda yang sudah berkarat. Di dalamnya parkir mobil Suzuki tua dengan bodi yang sudah karatan. Untung anaknya yang punya mobil mulus alias tidak karatan, kataku membatin.

Kuucapkan salam. Lalu terdengar suara dari dalam membalas salamku. Tak lama berselang, keluarlah Maria yang mengenakan sweater hijau dan celana pendek. Ia terlihat sangat cantik. Berkulit putih dan wangi badannya memanjakan hidungku, haruuum batinku.

Maria mempersilakan aku duduk di bangku teras rumahnya. Sengaja dia tidak mempersilakan masuk karena di dalam sedang beres-beres rumah. Dua jam aku berbincang dengannya sampai tiba waktunya aku berniat mengutarakan isi hatiku kepada Maria selama ini. Aku yakin cintaku bakal diterima mengingat sikap baik dan perhatiannya dia kepadaku.

Jantungku berdetak tak karuan. Tanganku sedikit mengeluarkan keringat, gerah sekali di sini batinku. Tapi tidak juga karena aku serba salah berada di dekatnya. Sesekali aku usapkan rambut dan mengelus tanganku ke atas dan ke bawah. Akhirnya, momen itu datang. Ketika kuberdua terdiam, aku langsung mengutarakan isi hatiku kepada Maria.

Pernyataan yang aku ajukan membuat Maria tersenyum. Maria kemudian merespons pertanyaanku dengan jawaban yang mengejutkan. Dia menolak cintaku dengan alasan tidak boleh berpacaran dulu oleh orang tuanya. Dengan berat hati kuterima jawaban tersebut. Usai salat maghrib, aku pun pulang dengan tangan hampa. Seddih :(

Hari-hari berikutnya aku lewatkan tanpa gairah. Lemas, lesu, kecewa dan hidup segan tapi mati tidak mau. Semua perasaan itu campur aduk jadi satu. Di tengah lamunan, aku dikejutkan dengan suara keras temanku yang terdengar di punggungku. Dia mengajakku ke warnet. Aku setuju karena sudah lama tak mengecek perkembangan terbaru di mailku, sekaligus menghilangkan kesedihan tadi.

Aku chating dengan dengan Neneng, teman Maria yang kebetulan sedang libur. Aku curhat soal kejadian lima hari silam sewaktu tandang ke rumah Maria. Neneng tersenyum sekaligus prihatin dengan kejadian yang aku alami. Ia menjawab alasan sahabatnya itu cuma alasan basi. Karena sesungguhnya Maria sudah punya incaran cowok yang sudah mapan dan bekerja di Jakarta. Sang arjuna kebetulan teman kakaknya yang bekerja di sebuah rumah sakit. Ingin pingsan rasanya mendengar kabar tersebut.

Sejak saat itu aku benar-benar berusaha melupakan Maria secara bertahap. Langkah awal kucoba untuk membuang nomor telepon rumahnya. Aku juga coba melupakan nomor telepon yang sudah kuhapal dengan tidak menelpon ke rumahnya lagi. Hal itu berlangsung selama dua tahun usai aku selesai kuliah dan pulang ke Jakarta.

Selang dua tahun lebih akhirnya aku mendapatkan pekerjaan. Dan seiring jalannya waktu, sedikit demi sedikit aku sudah bisa melupakan sang juwita yang sempat membuat hidupku penuh warna. Selamat malam Maria. The Rain berjudul Tolong Aku sangat mengena dengan perasaan saat ini. "Tolong aku untuk melupakan dia sungguh hanya itu yang aku mintaaa". Good bye Maria.

Kesehatan

==> Emosi negatif memicu penyakit stroke :
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0501/07/151312.htm


==> Doyan makan enak dan kebanyakan makan ikan asin berpotensi menimbulkan Hipertensi :
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0502/17/114257.htm


==> Ganteng-Ganteng kok Loyo :
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0502/17/120106.htm


==> Ternyata menangis dan tertawa sama sehatnya :
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0404/09/130903.htm


==> Mati Ketawa Tanpa Sebab :
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0412/06/110539.htm

Monday, February 14, 2005


Massimo Ambrosini
posted by ais man

Pavel Nedved
posted by ais man

Berlian Merah


Cintaku Semurni Berlian. Akankah diri saya bisa mencintai wanita semurni berlian ini? oooooooh
posted by ais man

Pengorbanan Ibu
posted by ais man

Sunday, February 13, 2005


Pantai dekat rumah
posted by ais man

Bermata Gelap
posted by ais man

Main-main deh ama Banteng


Don't Play Away With Me !!!
posted by ais man

Susah Tidur
posted by ais man

Manfaat Besar Kandungan Air Kelapa

Secara khusus, air kelapa kaya akan potasium (kalium). Selain mineral, air kelapa juga mengandung gula (bervariasi antara 1,7 sampai 2,6 persen) dan protein (0,07- 0,55 persen). Karena komposisi gizi yang demikian ini, maka air kelapa berpotensi dijadikan bahan baku produk pangan.

Di Filipina, air kelapa dimanfaatkan untuk proses pembuatan minuman, jelly, alkohol, dektran, cuka, dan nata de coco. Di Indonesia, air kelapa digunakan sebagai minuman (air kelapa muda) dan media pembuatan nata de coco.

Untuk keterangan lebih lanjut lihat aja laporan lengkap berikut ini kawan-kawan semua:

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0207/11/iptek/airk28.htm

Friday, February 11, 2005

Manfaat Daun Sirih

Ketika muslin hujan, kita sering dihimbau untuk mewaspadai jentik nyamuk, khususnya Aedes aegypti dan Aedes albopictus penyebar wabah demam berdarah dengue (DBD). Beragam produk insektisida ditabalkan sebagai penumpas kedua jenis nyamuk tadi. Namun, insektisida ditengarai berdampak negatif terhadap lingkungan, selain dapat menumpas predator dan membuat serangga resisten. Alhasil, ditolehlah pemusnahan secara alami. Alternatif dari alam ini sudah sering digunakan. Hasilnya memang kalah jos dibandingkan dengan insektisida kimia. Tumbuhan yang digunakan umumnya mengandung zat-zat macam niketin, piretin, dan rotenon. lnsektisida ini akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungan setelah digunakan. Penelitian tentang insektisida alamiah dalam upaya mengendalikan serangga, khususnya pada stadium jentik, pertama kali dirintis oleh Campbell dan Sulivan tahun 1933. Selanjutnya berturut-turut Harzel tahun 1948; Amongkas dan Reaves tahun 1970; Pirayat Suparvann, Roy Sifagus, dan Fred W.K (1974) di University of Kentucky, Lexington telah menghasilkan penelitian bahwa ekstrak daun kemangi (Olium basikicum) pada dosis 100 ppm (bagian per sejuta) dapat menghambat prtumbuhan jentik Aedes aegypty.

http://www.kompas.com/kesehatan/news/0502/10/100252.htm

Thursday, February 10, 2005

Burukkah bersepeda bagi kehidupan seks Anda?

Pada September 1997, Ed Pevelka, kolumnis majalah "Bicycling" membuat kejutan dengan membuka rahasia: Ia menderita disfungsi ereksi akibat kegemarannya bersepeda. Ia menulis begini: "… Hasil test menyatakan aliran darah menuju ke penis saya sangat sedikit , akibatnya alat kelamin saya tidak mampu ber-ereksi dengan kuat untuk bisa melakukan hubungan seks…"Keyakinan Pavelka, bersepeda menimbulkan masalah pada alat kelaminnya didukung sejumlah fakta medis. Irwin Goldstein, MD, seorang spesialis yang menangani masalah-masalah disfungsi ereksi di Boston University Medical Center, membuat pernyataan yang dikutip secara luas oleh media massa: Semua pengendara sepeda laki-laki berisiko menderita disfungsi ereksi, dan mereka harus mempertimbangkan untuk berhenti bersepeda jika masih ingin menikmati seks!

Goldstein, yang pasiennya kebanyakan mengalami gangguan ereksi, beberapa diantaranya para penggemar olahraga bersepeda, tergerak melakukan studi di Boston University Medical Center, untuk menguji hubungan antara bersepeda dan gangguan ereksi. Hasil risetnya menunjukkan, atlet olah raga bersepeda atau para penggemar fanatik olahraga bersepeda, berisiko menderita gangguan ereksi ketimbang atlet atau laki-laki yang tidak melakukan olahraga ini. Para pengendara sepeda tersebut umumnya mengeluh: Mengalami masalah ketika kencing, gangguan ereksi, dan mati rasa di sekitar pangkal paha.
Apakah bersepeda yang menjadi faktor utama timbulnya gangguan ereksi?
Riset Goldstein tidak menemukan penyebabnya, tetapi studi lain yang dilakukan di University of California, San Diego, membantu menjelaskannya. Penelitian yang dilakukan bersama Serfas, sebuah perusahaan asesori sepeda di Lake Forest California—menemukan bahwa: Bukan olahraga bersepeda yang menyebabkan gangguan ereksi tapi tempat duduknya!

"Laki-laki bisa menderita gangguan ereksi sesudah duduk di atas tempat duduk sepeda yang keras selama berjam-jam, karena hal itu akan memampatkan aliran darah pada tubuh manusia, di daerah yang dikenal sebagai perineum," jelas Ken Taylor M.D, peneliti yang terlibat dalam penelitian sepeda dan impotensi pada tahun 1999. Perineum adalah daerah antara anus dan scrotum (kantung testis).

Tim Roddy, M.D, seorang urolog, ahli penyakit-penyakit saluran kencing, di Edmons, Washington, sependapat bahwa tekanan tubuh saat kita duduk di atas sepeda dapat menimbulkan masalah. "Laki-laki dapat menggencet pembuluh darah vital dan urat-urat syaraf -- yang diperlukan agar fungsi seksual-nya berjalan normal -- dengan duduk di atas tempat duduk sepeda yang keras dalam jangka waktu cukup lama," katanya.
Serfas, pabrik asesori sepeda itu, kemudian menawarkan disain tempat duduk sepeda yang dapat mencegah pengendara sepeda menekan daerah seputar perineum, yang disebut "the Eliminator", memiliki bantalan panjang sampai di tengah dengan sebuah cekungan di bagian depan. Pada, April 1999, para peneliti menguji disain baru ini terhadap 15 pengendara sepeda yang mengayuh sepeda antara 150- 300 mil setiap minggu.
Hasilnya? Jika dulu 80 persen pengendara sepeda yang menggunakan tempat duduk model konvensional mengeluh menderita mati rasa di pangkal pahanya kini hanya 14 persen yang mengeluhkan hal yang sama.
Sebuah perusahaan spesialis komponen sepeda di Morgan Hill, California, juga menawarkan disain tempat duduk baru yang membuat para pengendara sepeda merasa aman dan nyaman. Disainernya Roger Minkow MD, membuat tempat duduk yang diberi nama the Body Geometry Saddle dengan meminta masukan dari sejumlah urolog dan polisi divisi sepeda, polisi yang menjalankan tugasnya dengan bersepeda. Tempat duduk khusus ini sangat tipis dan lentur dengan bentuk V.

Pada saat pengujian model tempat duduk baru ini, perusahaan tersebut berkonsultasi dengan Robert Kessler, MD, profesor urologi di Stanford University Medical Center di Palo Alto, California. Pada Maret 1999, Kessler merekrut 25 pengendara sepeda. Masing-masing mengendarai sepeda setidaknya 6 jam dalam seminggu, dan mereka rata-rata mengalami gangguan ereksi, mati rasa di sekitar pangkal paha dan sulit kencing. Para pengendara sepeda tersebut mencoba tempat duduk baru ini selama satu bulan. Hasilnya, hanya satu orang yang menyatakan tidak ada perubahan pada keluhan yang dideritanya selama ini.

"Tentu saja, tidak setiap pengendara sepeda mengalami gangguan ereksi, seperti halnya tidak setiap perokok menderita kanker paru-paru," kata Taylor. "Tetapi ukuran dan bentuk tempat duduk sepeda merupakan faktor risiko." Bisa dipastikan, tempat duduk yang keras, tanpa bantalan yang memadai akan mengganggu aliran darah menuju penis, dibandingkan tempat duduk dengan disain dan bantalan yang tepat, katanya.
Faktor risiko lain bagi para pengendara sepeda adalah: kelebihan berat badan, memiliki pinggul lebar dibandingkan rata-rata dan posisi badan yang terlalu condong ke depan pada saat bersepeda –semuanya memberikan tekanan ekstra pada daerah antara anus dan scrotum atau yang disebut dengan perineum, dan mengakibatkan gangguan fungsi seksual. ..sekarang, Anda pilih mana? Bersepeda atau seks..? Kalau memilih keduanya, sebaiknya perbaiki tempat duduknya dulu!(Kompas, 9 Februari 2005)



Monday, February 07, 2005

Plintut, Tak Tahu Berterima Kasih

Matahari mulai menyembunyikan sinar terangnya di ufuk Barat. Semilir angin menjelang malam saat itu begitu sejuk. Di tengah riuh rendahnya suara angin berhembus, terdengar langkah kaki seorang bertubuh renta berjalan perlahan. Terseok-seok kaki dilangkahkan sambil memikul cangkul di pundaknya menuju kediamannya.

Pandangan si bapak terlihat letih. Plintut namanya. Kulit keriputnya membalut tubuh gagahnya yang terbilang sudah tak muda lagi. Tak bisa disembunyikan kelelahan fisiknya yang ingin segera diistirahatkan.

Hari itu gelapnya malam mulai menyelimuti Kampung Plajaran, Kecamatan Brino, Ciko Barat. Dari kejauhan terdengar deru sepeda motor. Sinar lampunya menyilaukan Plintut. Suara mesin sepeda motor makin jelas terdengar. Si pengemudi motor itu ternyata Pak Sardi, ketua rukun tetangga.

Senyum ramah Plintut tak segan ia lemparkan ke arah Pak Sardi. Plintut kenal baik dengan si pengendara yang memang berkali-kali berpapasan dengannya, beberapa hari terakhir ini. "Assalamualaikum Pak Plintut!" sapa Pak Sardi. Plintut pun membalas salamnya. Seperti biasanya pula, Sardi tidak menghentikan kendaraan karena harus menghadiri rapat.

Usai membalas salam, pandangan Plintut menjadi agak kabur akibat sinar lampu sepeda motor tadi. Tapi tak lama. Perlahan-lahan ia sudah melihat dengan jelas rumah kecilnya di ujung jalan dan pohon kelapa rumahnya. Pagar kayu yang sudah berumur puluhan tahun dibukanya perlahan. Dengan langkah gontai Plintut mendekati pintu. Ia ketok. Sang istri membuka sambil memberikan senyum manis menyambut kepulangan sang suami.

Bu Minah mengambil alih cangkul di pegangan Plintut, membawanya ke dapur dan diletakan dekat kompor. Ia lalu mengambil gelas dan menuangkan air panas yang sudah dimasak sejam sebelumnya. Dimasukannya serbuk teh. Bu Minah kemudian meletakkan teh hangat itu di meja makan. "Pak, airnya sudah siap," ujarnya.

Malam ini dingin begitu menusuk. Menggigil badan Plintut. "Bu, tolong ambilkan saya jaket, dingin sekali," tolong Plintut. Ia lalu berjalan menuju kamar tak jauh dari pintu masuk. Melewati meja makan, dibukanya tirai kain penutup pintu kamar. Derit pintu terdengar pelan perlahan.

Tak lama kemudian Minah masuk dan memberikan jaket cokelat tebal hadiah anaknya sepuluh tahun silam. Plintut buru-buru kenakan jaket lusuhnya dan membaringkan tubuhnya di kasur. Plintut begitu lelah. Padahal malam baru belum saja larut.

Teh hangat yang sudah disiapkan Minah menjadi dingin. Kesal sang istri dibuatnya. Sudah tiga kali terakhir ini teh hangat yang disajikannya tidak disentuh. Ada apa gerangan? Minah membatin. Setelah lama berbenah, kekesalan si istri larut dalam buaian mimpi, ia ikut lelap tertidur di kursi dekat meja makan.

(AIS/Pikiran Sendiri)

Maklumlah, orang gila yang nulis.

Pondok Pucung Padam

Gelapnya malam menyelimuti perumahan Kompleks Pondok Pucung Indah, Sabtu (12/10) dua tahun silam. Lampu-lampu rumah menerangi jalan-jalan di sekitarnya. Semilir angin menambah sejuknya malam. Tak lama kemudian, terdengar suara azan isya berkumandang memecah keheningan. Menyambut panggilan mulia tersebut, aku dan ayah siap-siap berangkat. Kulihat jam dinding dekat pintu, waktu menunjukkan pukul 19.20 WIB.

Baru beberapa langkah mendekati pagar rumah, kami dikejutkan teriakan seorang tetangga yang memberitahu kami untuk memadamkan listrik secepatnya. Tanpa berpikir lama, saya bergegas berlari ke samping kiri rumah melewati rerumputan. Tombol saklar saya turunkan perlahan. Kutatap sekeliling rumah, pemadaman listrik dilakukan susul menyusul hingga akhirnya mirip kota mati.

Saya kembali berjalan cepat ke luar pagar. Banyak tetangga kami berkumpul di perempatan Jalan Madura dan Jalan Garuda disertai nyala obor. Terangnya nyala api setidaknya memberi penerangan buatku berjalan menuju kerumunan. Tiba di tengah-tengah keramaian dan hiruk pikuk para tetangga, saya melihat percikan api berjatuhan dari tiang listrik di ujung Jalan Bali, tepatnya di pertigaan Jalan Garuda dan Jalan Kaswari. Cukup besar percikannya. Banyak di antara kami yang menjaga jarak secukupnya.
Aku berjalan mendekati teman-temanku yang sedang asyik mengobrol di bangku dekat terbakarnya kabel listrik tersebut. Kutanyakan seorang di antaranya yang berbadan tinggi tegap dan berkaos kuning atau krem, tak tahu kuragu. Maklum, agak gelap saat itu. "Febri, kapan mulai nyala apinya?,&quot tanyaku. Dia menjawab tidak tahu dan meneruskan kembali bincang-bincangnya. Angin malam kembali menggelitik tubuh kurusku yang saat itu jaket tak kukenakan. Dingin.

Seorang bapak bertubuh agak tambun, berkumis lebat sambil mengenakan sarung terlihat mondar-mandir dekat lokasi yang sedang jadi pusat perhatian. Pak Dani namanya. Dia adalah karyawan di PT PLN. Perhatianku beralih memperhatikan tubuh tegapnya yang tengah menuju lokasi tiang listrik yang tengah bermasalah itu.
Kejadian berlangsung cukup lama, sekitar empat jam. Memasuki pukul 23.30 WIB, petugas dari Pemadam Kebakaran tiba. Namun, tubuh kendaraan merah yang cukup besar itu sempat menabrak tembok salah satu rumah warga. Setelah lancar kembali, mobil berjalan perlahan mendekati lokasi yang tengah menjadi pusat perhatian. Setelah cukup dekat, tangga dari mobil dibentangkan ke atas untuk memudahkan pekerjaan. Kulihat Pak Dani yang bertugas memperbaiki kabel tersebut.

Menit demi menit berlalu. Rasa kantuk mulai menyergapku dan memutuskan pulang. Sesampai di rumah, sama saja. Tak ada yang bisa dilakukan selain duduk-duduk memandang lilin di meja makan. Semakin berat mata ini. Perlahan-lahan terpejam. Hening.

Tiba-tiba rasa gatal di kaki mengusik nyenyak tidurku. Ditambah lagi dengungan nyamuk berputar-putar di telinga membuatku kesal. Aku keluar mencari gelas dan menuangkan air. Setelah basah tenggorokan, kuambil autan dan kueluskan di seluruh tangan dan telapak kaki. Biar nyenyak, batinku.

Keesokan pagi pukul 04.30 WIB, aku terbangun. Kuambil wudhu dan berangkat bersama ayah ke masjid menunaikan salat subuh. Teringat kejadian semalam, penasaranku muncul. Mendekati tikungan menuju masjid, kabel listrik yang terbakar padam. Tampak kabel hangus terbakar. Syukurlah.