Friday, February 18, 2005

Bertepuk Sebelah Tangan


Suntuk membalut diriku saat berada di ruang perpustakaan Kantor Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) cabang Bandung. Tak banyak data yang bisa aku peroleh untuk melengkapi Tugas Akhir. Semua itu disebabkan lagi-lagi tak bisa menemui Ibu Sri, staf hubungan masyarakat di sini. Seperti biasa, ia sedang rapat. Kapan beresnya? aku membatin.

Beruntung, di dalam ruang yang sebagian dipenuhi buku-buku dan dokumen perusahaan ini aku ditemani dua mahasiswi LP3I jurusan sekretaris, Neneng dan Mia. Tampang mereka lumayan lah, tidak terlalu cantik dan jelek.

Di tengah kesuntukan menunggu selesainya teman saya yang sedang mencatat data, pintu terbuka. Masuklah makhluk hawa berkulit putih dan berwajah manis. Terpesona aku dibuatnya sampai mata ini tidak berkedip kira-kira sepuluh detik. Setelah itu ya perih lagi. Air di mata membasahi kelopak mataku.

Derit suara pintu terdengar menutup. Pegangan di gagang pintu belum lepas, ia melemparkan senyum ramahnya yang manis secara gratis. Terdorong kuat bagaikan gelombang Tsunami dalam hati untuk sekadar tahu namanya. Apalagi bisa menjadi pacarnya, uh jauh ya.

Tak lama, lamunanku buyar dikagetkan Neneng. Tanpa diperintah, Neneng mengenalkan aku dengannya. Ternyata makhluk berparas cantik itu bernama Maria (bukan nama sebenarnya). Senyum mengembang dari bibir tipisnya. Jelas tak kusia-siakan senyumnya dan kubalas. Tak sebanding memang dengan senyum Maria tadi.

Lumayan, masuknya Maria ke ruang perpustakaan sedikitnya bisa membunuh waktu luangku. Kucoba menggodanya dengan candaan-candaan ringan nan basi. Tapi lumayan bisa membuat aku dekat dengannya meski ia duduk agak jauh di meja seberang. Ia duduk dekat temanku yang sedang serius membuka-buka file-file data perusahaan.

"Kamu mirip Iis Dahlia ya, suaranya juga," pujiku usai mendengarnya bernyanyi. Maria tersenyum dan membalas. "Ya, tapi aku nggak mau disamain ama dia. Iis ya Iis, Maria tetap Maria," balas Maria. Tak tahan juga, aku langsung menanyakan nomor yang bisa dihubungi. Ia mencoba mengulur-ulur waktu. Aku sabar menunggu. Hingga tiba waktunya sekitar lima belas menit kemudian barulah Maria memberi nomor telepon rumahnya. Kutanyakan juga alamat rumahnya. Maria ternyata tinggal di kawasan Soreang, Bandung.

Sebelum pulang, aku menanyakan Maria kapan boleh silaturahmi ke rumahnya. Dia bilang hubungi aja langsung ke kantornya sambil memberi nomor ekstensionnya. Aku mengiyakan dan membatin, yes!.

Tepat pukul 14.00 WIB, Cepy mengajak pulang. Ia sempat juga bercanda dengan Maria. Cuma Cepy bercanda dengan Maria rada kalem dikit. Memang sudah sifatnya. Tambahnya lagi, Cepy agak serius memang kalo dah fokus ke TA. Diajak senyum dikit aja, senyum tiga juta dikasih alias bibir terangkat dikit. Mending, sedikit sekali.

Kami kemudian pamit dengan Neneng, Mia, dan terakhir Maria. Ya, karena aku mengharap banget dia memberi senyum manisnya untuk terakhir kali di siang hari ini. Daster krem yang dikenakannya dibalut kulit putih Maria membuatnya semakin cantik. Rambut panjangnya dibiarkan terurai. Harum parfumnya masih menggelitik indera penciumanku yang tajam. Gila, batinku, sampai siang gini tuh pewangi masih kental harumnya.

Bersama Cepy, kami berjalan menuju lift yang membawaku ke lantai dasar. Sesampainya di bawah, aku mengambil kartu ID Card di kantong kemeja dan memberikan ke petugas keamanan perusahaan. Kartu tadi lalu ditukar dengan KTP yang sebelum masuk ditahan satpam. Kuteruskan langkah keluar ruangan lobi kantor dan berjalan menuju halte. Semilir angin menyegarkan badanku ini. Bisingnya kendaraan kembali akrab terdengar berikut debu yang menyesakkan napas.

Namun, belum sampai di halte, tepat di bawah jembatan tak jauh dari PLN, nongkrong penjaja tahu genjrot. Cepy mengajakku beristirahat sejenak menikmati tahu khas Cirebon itu. Tapi aku menolak. "Istirahat udah cukup tadi di dalam. Yuk pulang,!" ujarku. Dia pun menurut.

Hari ini hatiku berbunga-bunga. Meski belum kukatakan padanya perasaanku detik ini. Waktu bicara dengannya tadi di kantor terasa kurang. Senyum, ramah tamah khas sunda, dan suara jernihnya sulit untuk bisa dilupakan. Lamunanku buyar karena Cepy mengucap salam perpisahan. Ia pamit pulang karena arah kami yang beda. Kubalas dan terlihat ia naik angkutan umum berwarna oranye.

Malam ini kuputuskan menghabiskan waktu di Banjaran, Jawa Barat. Malas rasanya pulang ke kost-an. Duit cuma cukup hingga dua hari ke depan sampai tiba waktu kiriman dari orang tua. Di sini, aku bisa makan gratis dan makan enak. Di Jatinangor, Sumedang, Jabar, aku juga bisa makan enak. Tapi, itu pun harus keluar uang.

Kuteruskan langkah menuju parkiran angkot jurusan Banjaran-Tegallega di lapangan Tegal Lega. Angkot berwarna krem ini menjelang malam ramai. Cepat sekali mereka datang dan pergi. Maklum, jamnya orang-orang pulang kantor. Kupilih angkot yang agak bagus. Terlihat di dalam baru lima penumpang. Baru beberapa menit duduk di belakang sopir, penumpang penuh. Mesin kendaraan menyala dan perlahan mulai meninggalkan pangkalan.

Sesampainya di rumah bibi, ruang tamu terlihat tak ada orang. Lampu juga terang benderang. Pintu rumah tak bisa kubuka. Rupanya terkunci. Kulihat jam dinding waktu menunjukan pukul 22.35 WIB. Pantas, mereka sudah tidur, diri ini membatin.

Kuketuk pintu sampai beberapa menit. Baru kemudian pintu dibuka oleh Bibi Nining dengan mata agak sayu karena mengantuk. "Maaf Bi, kemaleman. Ngantuk ya?" Buru-buru kututup kembali pintu sedangkan bibi ngeloyor lagi masuk kamar.

Lelah kurasakan hari ini. Yah, lama menunggu di perpustakaan dan diisi dengan bercanda sampai sakit perutku tertawa. Namun, lama sekali mata ini tak bisa terpejam. Kualihkan dengan membaca buku. Dingin begitu menusuk. Selang beberapa menit kemudian, kantuk pun mulai mengalir. Kuletakkan buku di samping kiri, lalu aku mulai tertidur pulas.

Dua hari sudah waktu dihabiskan di Banjaran. Senin ini saatnya aku mengambil uang di rekening Bank BCA Cabang Dayeuh Kolot, Bandung. Tak jauh lokasinya dari kediaman bibi. Untuk ke sana bisa ditempuh dengan angkutan kota selama lima belas menit.

Keluar dari bank, kulangsung naik angkot jurusan Banjaran-Tegallega. Turun di Jalan Mohamad Toha, kuteruskan perjalanan dengan naik Damri, rute Elang-Jatinangor. Perjalanan ke sana memakan waktu satu jam.
Adzan ashar sudah berkumandang. Kupandang keluar jendela bus tengah melintas di depan kampus STPDN.

Selang lima belas menit kemudian, bus melewati depan kost, di sini aku turun. Sebelum istirahat di kost, aku mampir ke wartel. Aku ingin menelepon Maria. Sudah lama juga rasanya tidak mendengar suaranya. Aku tahu kini ia sedang ada di kantor. Benar saja, Maria sendiri yang menerima telepon.

Lima menit berlalu bercanda dengannya di telepon, aku pamit dan menutup gagang telepon dengan senyum tersungging di bibir. Ya, Maria mengizinkan aku main ke rumahnya. Tak sabar rasanya menanti sampai datang Jum`at dimana aku diizinkan menjemputnya sepulangnya ia dari magang di PLN.

Selang lima belas menit, Maria keluar. Dandanannya tampak rapi dan terlihat cantik. Terlihat lebih cantik sore itu ketika ia mengenakan blus cokelat muda yang padu dengan warna kulitnya. Bangga rasanya pulang bareng bersamanya. Parfumnya masih juga wangi.

Satu jam perjalanan menuju Soreang, rumah yang dituju tiba. Kulihat pagar berwarna hijau muda yang sudah berkarat. Di dalamnya parkir mobil Suzuki tua dengan bodi yang sudah karatan. Untung anaknya yang punya mobil mulus alias tidak karatan, kataku membatin.

Kuucapkan salam. Lalu terdengar suara dari dalam membalas salamku. Tak lama berselang, keluarlah Maria yang mengenakan sweater hijau dan celana pendek. Ia terlihat sangat cantik. Berkulit putih dan wangi badannya memanjakan hidungku, haruuum batinku.

Maria mempersilakan aku duduk di bangku teras rumahnya. Sengaja dia tidak mempersilakan masuk karena di dalam sedang beres-beres rumah. Dua jam aku berbincang dengannya sampai tiba waktunya aku berniat mengutarakan isi hatiku kepada Maria selama ini. Aku yakin cintaku bakal diterima mengingat sikap baik dan perhatiannya dia kepadaku.

Jantungku berdetak tak karuan. Tanganku sedikit mengeluarkan keringat, gerah sekali di sini batinku. Tapi tidak juga karena aku serba salah berada di dekatnya. Sesekali aku usapkan rambut dan mengelus tanganku ke atas dan ke bawah. Akhirnya, momen itu datang. Ketika kuberdua terdiam, aku langsung mengutarakan isi hatiku kepada Maria.

Pernyataan yang aku ajukan membuat Maria tersenyum. Maria kemudian merespons pertanyaanku dengan jawaban yang mengejutkan. Dia menolak cintaku dengan alasan tidak boleh berpacaran dulu oleh orang tuanya. Dengan berat hati kuterima jawaban tersebut. Usai salat maghrib, aku pun pulang dengan tangan hampa. Seddih :(

Hari-hari berikutnya aku lewatkan tanpa gairah. Lemas, lesu, kecewa dan hidup segan tapi mati tidak mau. Semua perasaan itu campur aduk jadi satu. Di tengah lamunan, aku dikejutkan dengan suara keras temanku yang terdengar di punggungku. Dia mengajakku ke warnet. Aku setuju karena sudah lama tak mengecek perkembangan terbaru di mailku, sekaligus menghilangkan kesedihan tadi.

Aku chating dengan dengan Neneng, teman Maria yang kebetulan sedang libur. Aku curhat soal kejadian lima hari silam sewaktu tandang ke rumah Maria. Neneng tersenyum sekaligus prihatin dengan kejadian yang aku alami. Ia menjawab alasan sahabatnya itu cuma alasan basi. Karena sesungguhnya Maria sudah punya incaran cowok yang sudah mapan dan bekerja di Jakarta. Sang arjuna kebetulan teman kakaknya yang bekerja di sebuah rumah sakit. Ingin pingsan rasanya mendengar kabar tersebut.

Sejak saat itu aku benar-benar berusaha melupakan Maria secara bertahap. Langkah awal kucoba untuk membuang nomor telepon rumahnya. Aku juga coba melupakan nomor telepon yang sudah kuhapal dengan tidak menelpon ke rumahnya lagi. Hal itu berlangsung selama dua tahun usai aku selesai kuliah dan pulang ke Jakarta.

Selang dua tahun lebih akhirnya aku mendapatkan pekerjaan. Dan seiring jalannya waktu, sedikit demi sedikit aku sudah bisa melupakan sang juwita yang sempat membuat hidupku penuh warna. Selamat malam Maria. The Rain berjudul Tolong Aku sangat mengena dengan perasaan saat ini. "Tolong aku untuk melupakan dia sungguh hanya itu yang aku mintaaa". Good bye Maria.

2 comments:

SOUL said...

`````````````````````````````````

`k`a`c`a`.. cinta sendiri???

Kau ungkapkan kepadaku
Kan ada saatnya nanti
Engkau milikku satu

Ku menunggu dalam bimbang
Adakah sungguhnya aku
Kasih yang kau inginkan

Biar aku yg pergi
Bila tak juga pasti
Adakah selama ini
Aku cinta sendiri

Biar aku menepi
Bukan lelah menanti
Namun apalah artinya
Cinta pada bayangan

Pedih aku rasakan
Kenyataannya
Cinta tak harus
Saling memiliki

Ku menunggu dalam bimbang
Adakah sungguhnya aku
Kasih yang kau inginkan

Biar aku yg pergi
Bila tak juga pasti
Adakah selama ini
Aku cinta sendiri

Biar aku menepi
Bukan lelah menanti
Namun apalah artinya
Cinta pada bayangan

Pedih aku rasakan
Kenyataannya
Cinta tak harus
Saling memiliki

Jujur aku tak yakin bisa
Jalani hari tanpa dirimu
Namun apalah artinya
Cinta pada bayangan

Biar aku yg pergi
Bila tak juga pasti
Adakah selama ini
Aku cinta sendiri

Biar aku menepi
Bukan lelah menanti
Namun apalah artinya
Cinta pada bayangan

Pedih aku rasakan
Kenyataannya
Cinta tak harus
Saling memiliki

`a`p`h`r`o`d`1`t`e` said ..

don't worry be happy..
ada seseorang diseberang sana yang menanti cinta sejati..diantara serpihan `k`a`c`a` dia menunggu datangnya keajaiban... bahwa.ada sebuah cinta disana ..yang akan selalu ada dan menemani dirinya... :)

```````````````````````````````

Anonymous said...

hi every person,

I identified wowsalman.blogspot.com after previous months and I'm very excited much to commence participating. I are basically lurking for the last month but figured I would be joining and sign up.

I am from Spain so please forgave my speaking english[url=http://dibehindthescenes.info/].[/url][url=http://whatweknowng.info/].[/url][url=http://arwhatsnewtoday.info/bookmarks].[/url]